Pelatihan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) Kec. Uluere Kab. Bantaeng |
Program Pemberdayaan masyarakat di Indonesia sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat telah lama diperkenalkan seiring dengan terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, artinya telah enam dekade proses pemberdayaan masyarakat miskin dilakukan.
Berbagai macam program pemberdayaan diperkenalkan, baik yang didanai oleh pihak donor asing maupun murni pendanaannya berasal dari APBN. Berbagai metode dan pendekatan juga telah banyak diperkenalkan dalam kehidupan masyarakat miskin, mulai dari pendekatan menyuapi sampai pada pendekatan peningkatan kapasitas masyarakat miskin. Milyaran bahkan triliunan rupiah dana telah dikucurkan kepada masyarakat baik dalam bentuk pemberian modal usaha maupun untuk pembangunan insfrastruktur perdesaan. Pertanyaan yang sering menggelitik pemikiran kita adalah “ Apa yang sudah berubah dari masyarakat kita dengan banyaknya program–program pemberdayaan yang sudah diintrodusir dalam kehidupan mereka? Secara jujur harus kita akui bahwa belum banyak yang berubah dari kehidupan masyarakat miskin kita, Lalu apa yang salah dengan program–program pemberdayaan tersebut?
Kondisi real yang terjadi pada tingkat lapangan adalah hampir semua program pemberdayaan yang ada di masyarakat memiliki metode dan pendekatan yang sangat baik, namun pada sisi lain harus diakui, bahwa tidak semua penggiat program memliki kemampuan yang mumpuni untuk menerjemahkan pendekatan–pendekatan program tersebut secara baik dan benar sesuai dengan tuntutan masing–masing program. Fakta lain juga menggambarkan bahwa sebagian besar (untuk tidak menyebut seluruhnya) program–program pemberdayaan dalam implementasinya berjalan sendiri–sendiri, walaupun berada pada lokasi yang sama dengan lokasi program pemberdayaan lainnya. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan karena memberikan efek kebingungan pada mayarakat khususnya masyarakat miskin sebagai sasaran program. Dan efek kebingungan masyarakat ini pada akhirnya akan menggiring mereka pada sikap skeptis dan acuh tak acuh terhadap berbagai menu yang ditawarkan oleh program–program pemberdayaan.
Masing–masing program pemberdayaan memiliki visi dan tujuan untuk pengentasan kemiskinan, dengan berbagai rumusan strategi yang dipersiapkan secara baik dan matang dengan menetapkan masyarakat miskin sebagai sasaran utama sebagai penerima manfaat, tetapi kenapa outputnya belum begitu kelihatan dalam kehidupan masyarakat miskin, bahkan data menunjukkan, jumlah orang miskin semakin bertambah baik secara kuantitas maupun secara kualitas seiring semakin banyaknya program–program pengentasan kemiskinan (Pemberdayaan masyarakat) yang diperkenalkan dalam kehidupan mereka.
Sudah pasti tujuan masing–masing program pemberdayaan adalah berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan, artinya memang harus diakui bahwa satu program pemberdayaan hanya mampu memberikan sumbangan pada pengentasan kemiskinan dan sudah pasti tidak mampu mengentaskan kemiskinan secara menyeluruh. Dan jika masing–masing program pemberdayaan hanya mampu berkontribusi dalam upaya pengentasan kemiskinan, maka perlu ada rumusan strategi untuk mensinergikan berbagai program pemberdayaan masyarakat yang diimplementasikan dalam satu wilayah kabupaten, kecamatan maupun desa. Sinergitas program–program pemberdayaan masyarakat ini adalah satu keharusan yang harus dilakukan kalau kita menginginkan tujuan pengentasan kemiskinan memiliki dampak yang cukup signifikan dalam merubah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin, baik diwilayah perdesaan maupun di wilayah perdesaan.
Sinergitas program–program pemberdayaan masyarakat ini dalam implementasiannya dapat diterapkan dalam berbagai tahapan kegiatan program, mulai dari perencanaan, pengimpelentasian dan pemeliharaan termasuk dalam monitoring dan evaluasi. Contoh konkritnya dapat digambarkan sebagai berikut: “PNPM Mandiri Perdesaan menfasilitasi masyarakat dalam melakukan perencanaan masyarakat desa, dari berbagai gagasan yang dirumuskan masyarakat dalam upaya menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi, hanya 3 usulan dari masing–masing desa yang dapat diajukan untuk didanai oleh PNPM Mandiri Perdesaan, artinya masih banyak usulan dan gagasan masyarakat yang tidak dapat diakomodir oleh PNPM Mandiri Perdesaan” seharusnya program pemberdayaan lainnya turut mengakomodir satu sampai dua usulan masyarakat yang sesuai dengan kriteria dan fokus program dan tidak perlu melakukan perencanaan ulang, keculai jika gagasan dan usulam masyarakat melalui PNPM Mandiri Perdesaan sama sekali tidak masuk dalam kriteria program bersangkutan.
Contoh lainnya adalah: PNPM Mandiri perdesaan memfasilitasi pengadaan sumur bor dan mempersiapkan institusi pengelola sumur bor tersebut dengan memberikan pelatihan penguatan kapasitas agar mereka dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Pada kasus ini harus diakui bahwa PNPM Mandiri Perdesaan bukan program yang fokus pada pengadaan fasilitas air bersih, sehingga dengan demikian penguatan kapasitas pada institusi pengelola air bersih ini kurang bisa maksimal, Seharusnya program pemberdayaan lain yang mengkhususkan diri pada pengadaan air bersih dan penguatan kapasitas institusi pengelolanya, juga menjadikan pengurus sumur bor yang dibentuk melalui PNPM Mandiri Perdesaan juga sebagai pemanfaatnya khususnya dalam penguatan kapasitas bagi institusi pengelolanya.
Pada tingkatan pemerintah daerah sudah saatnya untuk membentuk satu komisi Pemberdayaan masyarakat yang bergerak khusus dalam upaya membangun komunikasi dan kesepahaman antara berbagai program yang ada dalam kabupaten, sehingga dengan demikian, diharapkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat dapat lebih maksimal pencapainnya. Tanpa adanya sinergitas program–program pemberdayaan, maka hasilnya juga tidak akan maksimal. Wallahu A;lam Bissowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar